Wednesday, June 30, 2010

Thursday, May 14, 2009

Kerupuk Padang Pasir dari Kediri

sumber: http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0101/11/jatim/kriu19.htm
>Kamis, 11 Januari 2001

"Kriuk"..., Inilah Kerupuk Padang Pasir dari Kediri

Prasetyo
SIAPA pun yang menyusuri jalan-jalan di Desa Bulusari, Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri, pasti akan tertarik pada kesibukan warga setempat dalam bisnis kerupuk. Betapa tidak. Sebagian besar halaman rumah penduduk Bulusari, dipenuhi dengan ribuan kerupuk berbentuk lingkaran kecil, yang sedang dikeringkan. Sebagian berwarna putih, sebagian lagi ada yang berwarna merah, kuning, atau hijau.

"Kerupuk padang pasir", demikian orang Kediri sering menyebut. Sebagian lain menamai kerupuk itu dengan "kerupuk kediri", konon karena kerupuk yang sebelum dimakan harus digoreng dengan pasir itu, memang berasal dari Kediri.

Entah apa nama yang pas untuk kerupuk tersebut. Namun, yang pasti, usaha kerupuk padang pasir ini telah menjadi mata pencarian bagi ribuan warga Bulusari. Sehingga, desa itu bisa disebut sebagai pusat produksi, sekaligus pusat pemasaran kerupuk padang pasir. "Kalau mulainya ya sejak dulu, tahun 1970-an. Tetapi sesudah itu ada masa-masa surut. Baru setelah 1980-an, bisnis ini bergairah lagi, karena warga sini mulai serius menggarap bisnis ini," kata Choiri (50), salah seorang usahawan kerupuk di kediamannya.

Ia bersama anaknya, Sonhaji (30), menggerakkan usaha kerupuk padang pasir dengan mempekerjakan tujuh orang karyawan. Sonhaji mengatakan, di Bulusari ada sekitar 500 rumah yang memproduksi kerupuk tersebut. Dengan demikian, dari usaha kerupuk yang rasanya asin itu, Bulusari mampu menyerap 3.500 tenaga kerja.

Tujuh orang yang bekerja di rumah itu, masing-masing bertugas mengadoni tepung ketela, mengiris ketela matang menjadi bentuk bulat kecil-kecil, menanak hasil irisan, dan menjemur hasil tanakan itu di halaman.

Setelah dimasak dengan pasir, kerupuk rasanya asin. Orang sering memakannya sebagai lauk, atau bersamaan dengan makan rujak. Kerupuk ini juga enak jika dimakan dengan sambal rujak.

***

Kerupuk yang bahan bakunya dari ketela pohon ini bisa dikategorikan sebagai produk yang ramah lingkungan. Untuk bahan bakar memasak ketela misalnya, warga biasa menggunakan limbah bekas gergajian kayu. Selain grajen, -demikian orang Jawa sering menyebutnya-sampah rumah tangga juga bisa menjadi bahan bakar.

Setelah kerupuk itu kering dan siap digoreng, orang juga tak perlu menggoreng dengan minyak. Cukup dengan pasir. "Memang butuh alat khusus untuk menggoreng dengan pasir ini. Tetapi setidaknya, karena menggorengnya dengan pasir, kerupuk ini banyak dicari orang saat krisis ekonomi yang lalu. Ketika harga minyak melonjak tinggi itu lho," kata Sonhaji.

Dari bisnis ini, Sonhaji mengaku dapat meraih untuk Rp 15.000 sampai Rp 20.000 per kuintal. Sehingga, jika rumah itu bisa memproduksi kerupuk sebanyak empat kuintal sehari, maka untungnya antara Rp 60.000 sampai Rp 80.000.

Dengan penghasilan sekian itu, mereka mampu menggaji karyawannya sebesar Rp 6.000 per hari, di luar makan siang dan rokok. Keuntungan itu juga termasuk besar, jika dilihat dari pengadaan tepung ketela yang harga pasarannya hanya Rp 1.400 per kilogram.

***

M Jubari (50), warga Bulusari lainnya, sehari-hari juga membuat kerupuk padang pasir. Hanya saja, di rumahnya hanya bekerja untuk membuat kerupuk. "Kami hanya melayani permintaan orang lain yang punya tepung ketela. Orang itu mengirim tepung ketela ke saya, nah, saya yang membuatkan kerupuk," ujarnya.

Di rumahnya bekerja sekitar sepuluh karyawan, yang sebagian besar berasal dari desa lain di sekitar Bulusari. Tiap hari,-jika seluruh pekerjanya hadir-, ia bisa membuat lima kuintal kerupuk. Per kuintalnya, si empunya tepung memberi upah Rp 50.

Ia mengaku, bekerja untuk usaha kerupuk ini lebih enak daripada bertani di sawah. Pasalnya, berbisnis kerupuk bisa dilakukan dengan tetap berada di rumah. Sehingga tidak membutuhkan biaya transportasi, dan dapat terus berkumpul dengan keluarga.

Namun, Jubari juga mengatakan, berbisnis kerupuk padang pasir harus hati-hati. Ia pernah rugi besar, ketika tepung yang diterimanya dari pemberi order tidak diteliti secara hati-hati. Ternyata tepung itu bermutu buruk, sehingga kerupuknya pun bermutu rendah. Mereka sering cemas dengan datangnya musim penghujan. Hujan membuat kerupuk sulit kering, sehingga butuh proses lebih dari sehari untuk mengeringkannya.

Choiri dan Jubari melukiskan, kerupuk padang pasir Kediri telah dipasarkan ke Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Sragen, sampai sejumlah kota di Kalimantan. Selain, tentu saja, kota-kota di Jawa Timur seperti Surabaya, Ngawi, Madiun, Jombang, dan sebagainya. (p01)

Tuesday, May 12, 2009

Krupuk Khas Kediri

Khas Ramadhan
Kerupuk Tayamum
Kesukaan para Santri


Kamis, 25 September 2008
Sederhana tetapi enak dan sehat. Itulah kerupuk pasir, salah satu jenis makanan ringan khas Kediri, Jawa Timur, yang pada setiap Ramadhan disukai banyak santri. Kerupuk ini disebut kerupuk pasir karena saat menggorengnya menggunakan pasir dan tidak menggunakan minyak goreng sebagaimana lazimnya.
"Secara umum warga memang sering menyebut kerupuk jenis ini dengan sebutan kerupuk pasir. Namun, di kalangan para santri di pondok pesantren, kerupuk ini sering disebut kerupuk tayamum," tutur Masyhuri, penjual kerupuk pasir yang berjualan di sekitar Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, pekan lalu.
Dikatakannya, disebut kerupuk tayamum karena kondisi kerupuk ini sangat kering. Bisa begitu karena cara memasaknya hanya menggunakan pasir, tidak sedikit pun bersentuhan dengan benda cair berupa minyak. Kenyataan tersebut kemudian dikorelasikan dengan cara bersuci (untuk shalat atau mengaji) tanpa air, yakni tayamum, sehingga para santri menyebut kerupuk itu dengan sebutan kerupuk tayamum.
Bahan baku kerupuk pasir atau kerupuk tayamum ini hampir sama dengan bahan baku kerupuk pada umumnya. Di antaranya berasal dari terigu dan pati ketela pohon. Bahan baku ini diolah secara tradisional dan dibumbui, kemudian diiris tipis-tipis dan dikeringkan dengan cara dijemur. Setelah kondisinya kering betul, barulah kerupuk itu digoreng dengan pasir.
Menurut Suwardi, salah seorang pembuat kerupuk pasir asal Mojoroto, Kodya Kediri, pasir yang digunakan untuk menggoreng kerupuk bukanlah pasir sembarangan. Pasir itu diambil dari Sungai Brantas yang membelah Kota Kediri. Setelah kering, debu-debu yang bercampur dengan pasir itu dibersihkan dengan menggunakan tampah. Setelah pasir benar-benar bersih dari debu, barulah digunakan untuk menggoreng kerupuk.
"Selain dipasarkan di Kediri dan daerah lain di Jawa Timur, kerupuk ini juga dipasarkan di Jakarta, Semarang, dan kota-kota lain di Tanah Air. Kerupuk pasir ternyata laris dan digemari masyarakat," kata Sumiarno, salah seorang pedagang kerupuk pasir di Kediri.
Sumiarno juga mengaku tidak tertutup kemungkinan daerah lain di Indonesia juga mempunyai kerupuk yang ketika menggorengnya menggunakan pasir. Tetapi, kerupuk pasir buatan rakyat Kediri rasanya sangat khas, renyah, dan empuk. Apalagi, kerupuk ini menjadi salah satu makanan yang disukai para santri di setiap bulan Ramadhan. Karena itu, warga yang sedang berwisata ke Kediri, banyak yang meluangkan waktu khusus untuk memburu kerupuk goreng pasir buat oleh-oleh.
Selain empuk dan renyah, ada kelebihan lain kerupuk pasir khas Kediri ini. Yakni, para pembuat kerupuk pasir yang tersebar di sejumlah desa di Kodya dan Kabupaten Kediri sudah mulai mengenal diversifikasi rasa produk. Jika semula kerupuk jenis ini hanya ada satu rasa yakni asin, kini sudah meningkat menjadi empat rasa, yakni kerupuk pasir rasa asin, manis, pedas serta rasa bawang.
Harga kerupuk pasir yang ditawarkan untuk konsumen juga masih relatif murah, terjangkau masyarakat kecil. Bisa jadi karena memasaknya tidak menggunakan minyak goreng, sehingga biaya produksi tidak terlampau mahal. Harga kerupuk satu kemasan besar berkisar Rp 1.000 hingga Rp 2.000.
Di samping harganya murah, kerupuk pasir juga memiliki keunggulan dari sisi kesehatan. Mereka yang memiliki kolesterol tinggi tidak perlu khawatir sebab kerupuk ini tanpa minyak. Sedangkan yang menghindari sakit batuk, juga tak perlu khawatir karena kerupuk ini tidak menyebabkan batuk.
Karena kerupuk tayamum ini memiliki sejumlah keunggulan, tak pelak lagi di pasaran sangat laris. "Saya sangat suka kerupuk pasir ini. Rasanya enak dan murah. Untuk perjalanan ke luar kota saat saya nyetir mobil sendiri, maka agar tidak mengantuk saya selalu membeli kerupuk pasir untuk camilan," tutur Agus Sunarto, santri Pondok Pesantren Lirboyo.
Dan, sejak hari pertama puasa hingga kini, masyarakat perajin kerupuk pasir pun banyak tertawa. Mereka senang bukan alang kepalang karena bulan puasa Ramadhan sama artinya dengan bulan panen. Itu sebabnya, banyak pedagang dan perajin kerupuk pasir yang suka kaya mendadak. "Setiap bulan Ramadhan, kerupuk tayamum ini laris diminati tidak saja oleh kalangan santri di Kediri, tetapi juga santri pondok pesantren lain Jawa Timur, Jawa Tengah, dan daerah Nusa Tenggara Barat serta Madura," ujar Sutoyo, salah seorang perajin kerupuk pasir.
Penuturan Sutoyo itu dibenarkan sejumlah pedagang dan perajin kerupuk pasir lainnya di Kediri. Berkat keadaan pasar yang bagus, produsen kerupuk pasir di Kediri mendadak banyak yang mendapat untung besar. (Ami Herman)
sumber: http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=210187